Minggu, 22 Juni 2014

Baksos Kesehatan untuk Yatim, Piatu, dan Manula Dhuafa

IDENYA sederhana, bahwa kalau kita bisa memberi ruang atau kesempatan atau kemudahan kepada orang lain untuk bisa beribadah dengan baik, maka sama artinya kita telah membukakan gerbang ke jalan Tuhan untuk mereka. Dampaknya, semakin banyak orang yang dekat dengan Tuhan, semakin banyak pula orang baik. Dan orang baik adalah sendi-sendi penting bagi ketenangan hidup di dalam masyarakat.

Oleh karena itu, selain mengharap ridho dari Tuhan Yang Maha Kuasa, para penggagas, pendiri, dan penggerak Recehan untuk Indonesia, berharap bisa membantu anak-anak yatim, piatu, dan lansia dhuafa agar bisa beribadah dalam kondisi badan sehat di bulan Ramadhan. Dan caranya, ya dengan memberi pemeriksaan dan pengobatan gratis buat mereka, sebelum bulan Ramadhan itu sendiri tiba. Puji syukur kepada Tuhan, niat itu akhirnya bisa terlaksana berkat bantuan sumbangan dari para dermawan.

Karena kegiatannya berupa bakti sosial kesehatan, dalam bentuk pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, maka bantuan yang diperlukan bukan hanya sekadar dana, tapi juga tenaga serta pemikiran. Secara kelembagaan, Recehan untuk Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan akupunktur (LADIKA), Pengurus RW 02 Kelurahan Pasar Manggis, Pengurus Masjid Al Abror, dan Sekolah Trisula. Dukungan penuh merekalah yang telah memungkinkan bisa terlaksananya baksos ini. 

Merekalah yang menyediakan tenaga medis, obat-obatan, serta tempat pelaksanaan acara. Namun, yang tak kalah penting adalah partisipasi dokter Herman Kusumanegara dan istri, yang sebagai dokter telah bertindak sebagai ujung tombak acara, bersama dokter Cindy.

Kegiatan bakti sosial kesehatan ini diselenggarakan di Aula Masjid Al Abror, di Jalan Sultan Agung, di sekitaran Pasar Rumput, pada hari Minggu, 22 Juni 2014, sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Rencananya, waktu pelaksanaan hanya sejak pukul 09 hingga pukul 13. Namun ternyata, tenaga medis yang diharapkan berpartisipasi tidak sesuai rencana. Hanya ada 3 orang dokter, 1 orang bagian apotik, dan 5 orang akupunktur – tanpa adanya tenaga khusus untuk tensi darah. Padahal target pasien yang akan diberi pemeriksaan kesehatan dan pengobatan ada 200 orang. Maka, semua partisipan kegiatan jadi betul-betul kerja keras di sepanjang acara hingga selesai.

Waktu yang mepet, dan tergantung sumbangan
Penggerak Recehan untuk Indonesia yang bergabung dan mengikuti kegiatan komunitas ini sejak awal, pasti paham betul dengan cara kerja kelompok ini, yang selalu bersandar pada pertolongan Tuhan (kalau tak mau dibilang mengandalkan mukjizat dari niat), karena perencanaan kegiatannya selalu saja bersifat dadakan dan pelaksanaannya pun bergantung pada sumbangan para dermawan. 

Namun sampai sejauh ini, untungnya, semua rencana dan kegiatan mereka itu bisa berjalan – bahkan lebih bagus dari rencana sederhana yang mereka siapkan. Begitu juga dengan rencana kegiatan Bakti Sosial Kesehatan ini, walaupun idenya sudah dilontarkan cukup lama, namun pemantapan rencananya baru dilakukan pada 2 minggu sebelum pelaksanaan.

Bayangkan, acara akan dilaksanakan 2 minggu lagi, tapi tenaga medis yang diperlukan belum ada. Obat-obatan apa lagi. Tempat pelaksanaan pastinya juga belum ditetapkan. Semuanya masih dalam kerangka rencana. Dana? Untungnya sudah ada yang menjanjikan akan membantu. Maka, seperti panik semua kebutuhan untuk kegiatan dikejar. Tenaga medis dikontak, pengurus RW dan masjid di datangi. Berhasil? 

Ya, seminggu sebelum pelaksanaan acara, semua yang diperlukan mulai terlihat. Tenaga medis siap, tapi belum jelas jumlahnya. Perkiraan 20-30 orang. Tempat acara, di aula masjd. Memang tidak cukup besar untuk menampung 200 orang, tapi bisa diaturlah waktu kedatangan para pasiennya. Tapi meja untuk dokter memeriksa pasien belum ada, juga tempat tidur untuk pemeriksaan atau tindakan pengobatan. Belum lagi kasur dan bantal. Kursi, untungnya bisa meminjam kursi yang dipunyai Posyandu.

Tiga hari menjelang pelaksanaan acara, baru diputuskan untuk meminjam bangku dari SD Trisula di Jalan Pariaman. Pengurus RW yang akan mengurus izinnya. Dan itu sangat membantu, karena penggerak Recehan untuk Indonesia harus menyiapkan surat pemberitahuan dan undangan untuk kelurahan dan polsek. Dengan harapan, pihak kelurahan dan polsek ada yang berkenan menghadiri acara. Dua hari sebelum acara, barulah surat-surat itu diajukan ke kelurahan dan polsek. Kabar baiknya, pinjaman meja disetujui oleh pihak sekolah. Jadi, semuanya berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Soal panik, kerja siang malam, pontang-panting ke sana-ke mari, itu cara jalannya. Dan bukankah segala sesuatu itu harus diupayakan?

Sembako, sembako, sembako
Ini adalah bagian acara yang tetap dirahasiakan hingga menjelang pelaksanaan acara. Soalnya, para penggerak Recehan untuk Indonesia tak menginginkan masyarakat yang disasar mau datang ke acara hanya buat mendapatkan sembako, bukan pemeriksaan kesehatan apalagi pengobatan. Itu bisa membuat tujuan baksos gagal total. Maka, barang-barang sembako juga baru dibeli pada tiga hari sebelum acara. Dan itu, pastinya menjadi pe-er baru buat para penggerak Recehan untuk Indonesia, karena mereka harus mengemas sembako itu menjadi paket yang telah ditentukan isinya, dalam waktu yang sudah sangat mepet. Satu hari untuk menimbang beras dan mengemasnya, dan hari berikutnya giliran mengemas paketnya, sebanyak 250 paket. Ditambah menyiapkan konsumsi buat sarapan partisipan acara serta warga, yaitu hidangan rebusan berupa pisang rebus, ubi rebus, kacang rebus, dan lain-lain.

Seluruh paket sembako selesai dikemas menjelang tengah malam pada H-1. Dan esoknya, pagi-pagi sekali mereka harus sudah sampai di lokasi acara, aula Masjid Al Abror, dan menyimpan sembako di tempat yang strategis tapi tak menyolok. Jadi, TNOL dan Justina sudah standby pukul 05. Semua sembako sudah disiapkan untuk diangkut dengan pickup sewaan. Pukul 05.30 mobil datang, Kijang pickup. Bersama sopirnya, TNOL menaikkan sembako itu ke bak mobil dan menutupnya dengan terpal. Menjelang pukul 06 sembako berangkat ke lokasi acara. Dalam 15 menit, mobil pembawa sembako telah sampai di lokasi. Muatan langsung dibongkar dan ditempatkan di posisi yang sudah dipilih dalam survei tadi malam, di bawah tangga. Setelah itu, konsumsi untuk sarapan di atur di atas tampah, ada 3 tampah penuh.

Sekitar pukul 07.00 semua persiapan yang menjadi tanggung jawab penggerak Recehan untuk Indonesia sudah rampung. Pengurus PKK RW 02 datang setengah jam kemudian, dan mulai menjalankan tugas mereka untuk menyediakan minuman hangat, berupa teh manis dan kopi, untuk para partisipan acara dan juga pasien. Tim medis datang pada sekitar pukul 08. Mereka 7 orang. Para penggerak Recehan untuk Indonesia merasa lega, karena tim medis datang dengan membawa obat-obatan juga. Selain itu, koordinator tim medis bilang, “Mereka tak akan datang berbarengan. Karena tempat tinggal mereka saling berjauhan. Jadi, mereka bakal datang satu per satu.” Tak masalah itu.

Tak sesuai harapan dan mulai panik
Ketika acara dimulai pada pukul 09.00, sesuai rencana, para penggerak Recehan untuk Indonesia mulai diusik kekuatiran. Ternyata dalam tim medis itu hanya ada satu dokter dan satu petugas apotik yang merangkap sebagai petugas pengukur tensi pasien. Gawat! Bagaimana mungkin mereka bisa melayani 200 pasien? Yang membuat kekuatiran memuncak ialah ketika koordinator tim medis akhirnya mengakui bahwa tim medis yang tersedia untuk acara ini ya cuma 7 orang itu! Lima orang untuk menangani pasien akupunktur, dan dua orang sisanya untuk adalah dokter serta petugas apotik merangkap sebagai pengukur tensi pasien.

Harapan satu-satunya ialah dokter Herman Kusumanegara dan istri yang sedang dalam perjalanan untuk hadir serta berpartisipasi dalam acara, sebagai petugas medis. Pukul 10 pasien mulai menumpuk, karena penanganan yang hanya dilakukan oleh satu orang dokter dan satu orang petugas apotik merangkap pengukur tensi, jelas tidak seimbang dengan jumlah pasien yang mesti ditangani. Para penggerak Recehan untuk Indonesia mulai panik. Ini bisa jadi bencana. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah berdoa dan berdoa, semoga dokter Herman dan istri segera tiba.

Tuhan mengabulkan doa mereka. Dokter Herman dan istri tiba sekitar pukul 10.30 dan langsung terjun menangani pasien. Kecekatan pasangan dokter ini membuat jubelan pasien yang menunggu giliran lekas susut. Untuk mengimbangi kinerja dokter Herman dan istri, dua orang petugas medis bagian akupunktur diminta membantu di bagian pengkuran tensi pasien. Selain itu, dokter Cindy berinisiatif membantu petugas apotik, sehingga penumpukan pasien yang menunggu obat juga lekas teratasi. Syukurlah, semua berjalan lancar hingga menjelang tengah hari.

Hampir separuh dari target telah tertangani ketika tim baksos beristirahat untuk sholat Dzuhur dan makan siang. Ketika waktu istirahat selesai, pukul 13 lewat, dokter Herman menyampaikan kabar yang bikin para penggerak Recehan untuk Indonesia jadi diserang cemas kembali. “Saya dan istri harus menghadiri pernikahan keponakan sebelum jam dua,” ungkap dokter Herman kepada TNOL. Jreng! Gawat, nih! Soalnya masih ada puluhan pasien yang belum tertangani. Apa dokter Cindy sanggup menangani sisa pasien itu sendirian?

Terima kasih sekali kepada dokter Herman dan istri yang bekerja lebih cepat lagi dalam menangani pasien yang masih tersisa, hingga mendekati pukul 14. Tapi mereka tetap harus pergi. Maka, pada pukul 14.00 mereka pamit. Dokter Cindy segera diminta mengambil alih kembali penanganan pemeriksaan pasien yang tersisa. Tentu saja dia juga terlihat agak panik. Sebab, selain dia sudah mulai kelelahan, pasien juga masih cukup banyak.

Namun pada akhirnya, niat dan tekad untuk menunaikan tugas, yang didukung oleh kesabaran, berhasil mengatasi segala masalah yang ada. Pada sekitar pukul 15, akhirnya pasien terakhir meninggalkan ruangan setelah mendapatkan pengobatan akupunktur. Dan baksos kesehatan resmi disudahi. Semuanya menghempas duduk dan melepaskan napas lega. Perjuangan besar telah berhasil dimenangkan. Sebanyak 186 orang pasien anak yatim, piatu, dan lansia dhuafa telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis dari baksos kesehatan ini.

Semoga apa yang diharapkan oleh para penggerak Recehan untuk Indonesia, agar para anak yatim, piatu, dan lansia dhuafa itu menjadi lebih sehat untuk menjalankan ibadah bulan Ramadhan, terwujud sesuai harapan mereka – atas pertolongan Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar